RESWARA EDISI 7

 



Salam Pers Mahasiswa

Lembaga Pers Mahasiswa Sarana Informasi dan Teknologi kembali menyapamu, dengan karya yang tidak seberapa. Buletin RESWARA edisi Februari, dengan tema “Dua Sisi 14.2”. Merupakan buletin untuk memperingati datangnya Hari Valentine. Selamat bersua :

https://tinyurl.com/BuletinValentine


Terima Kasih.

Romeltea Media
LPM - SAINT Updated at:

Keppres 17/2022 Langkah Pertanggungjawaban ataukah Peluang Kebangkitan PKI?



Dalam perkembangannya sendiri, suatu negara yang baru merdeka harus membuat pondasi yang kuat untuk para penerusnya. Akan tetapi, mewujudkan hal itu tidak semudah menanam biji dan membiarkannya tumbuh. Terdapat sisi pro yang mendukung kemajuan bangsanya dan sisi kontra yang sengaja menjatuhkan bangsanya sendiri dengan mengembangkanbiakan ego di atas kepentingan negaranya demi kebutuhan diri sendiri maupun kelompok tertentu.

Beberapa oknum dan kelompoknya, sengaja membuat gerakan khusus untuk melakukan sebuah kudeta besar-besaran. Pengkudetaan besar yang pernah terjadi, tercatat dalam sejarah Indonesia yaitu Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI/Gestapu).

Peristiwa tersebut termasuk ke dalam draf “September Hitam” bangsa Indonesia. Sebutan “September Hitam” tidak lepas dari rentetan tragedi kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Jika memutar balik waktu, pada 30 September malam terjadi tragedi berdarah yang menewaskan 6 jenderal dan 1 perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). 

Tujuan utamanya untuk melengserkan kepemimpinan Soekarno dan pengubahan ideologi bangsa, dengan pasukan Cakrabirawa dan PKI yang terlibat di dalamnya. Hingga akhirnya, dilakukan sweping secara besar-besaran atas segala hal yang berkaitan dengan PKI dan simpatisannya. Hal itu pun, atas desakan dari warga Indonesia itu sendiri. Kemarahan warga ditunjukkan dengan penghancuran markas dan bangunan PKI di berbagai daerah, serta penangkapan organisasi yang dianggap sebagai simpatisan PKI.

Selain itu, ratusan ribu anggota PKI terasingkan bahkan menjadi korban pembunuhan. Dalam disertasi yang ditulis oleh Iwan Gardono (1992), “The Destruction of The Indonesian Comunist Party (a Comparative Analysis of East Jawa and Bali)” di Harvard University memaparkan angka korban tewas dalam pembantaian 1965/1966 sekitar 430.590 orang. Adapun, “Jumlah korban menurut Komnas HAM di kisaran 500 ribu hingga 3 juta jiwa,” dikutip dari laman situs tempo.co. 

Segala tragedi yang bersumber dari peristiwa Gestapu dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) mengategorikan peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. Serta, akan melakukan penyelidikan dan penuntasan kasus tersebut. Hal tersebut didasari laporan dari korban dan keluarga korban.

”Komnas HAM akan terus berupaya dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu termasuk peristiwa 1965-1966. Penyelidikan ini sesuai mandat Komnas HAM dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kata M. Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi, Hukum dan HAM (Insersium) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada Rabu (30/09/2020).

Upaya Komnas HAM tersebut, diperkuat dengan adanya Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu dan telah ditanda-tangani pada 16 Agustus 2022. Hal ini menuai polemik di kalangan masyarakat Indonesia. 

Di sisi lain, Presidium Alumni 212 (PA 212) mempertanyakan Keppres tersebut karena ia menganggap masih ada beberapa pelanggaran HAM dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi yang belum diusut tetapi mengusut kasus lama yang pemantik masalahnya dari golongan itu sendiri (red: PKI). Bahkan, pemerintah tidak melakukan upaya untuk mengatasi masalah itu. Kasus teror dan penganiayaan terhadap para ustadz, penceramah, dan pengurus masjid saja tidak diusut dan tidak mendapat perhatian khusus Komnas HAM. Teror tersebut bisa saja sebagai sinyal bangkitnya PKI. 

Ditakutkan juga dari Keppres tersebut pemerintah memberikan kompensasi pengganti sosial dan merehabilitasi hak-hak politik PKI. Padahal, PKI pernah menyebarkan paham komunisme yang bertentangan dengan Dasar Negara, Pancasila. Apakah memang ada niatan dari para pejabat negara melakukannya agar dapat menyebarkan paham atheisme, komunisme, leninisme dan marxisme?

Sayangnya, jika dibandingkan dengan pandangan realistis lainnya. Semua sikap yang dilakukan Soeharto untuk membasmi antek-antek PKI melalui tindakan pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, pemindahan penduduk, penyiksaan, pemerkosaan, penganiayaan dan penghilangan orang secara paksa termasuk ke dalam kategori pelanggaran HAM berat dan korban yang terdampak tidak sedikit. Apalagi, meskipun mereka masuk ke dalam kelompok tersebut tetapi mereka tidak mendalangi dan turut andil dalam pemberontakan. Bahkan masih banyak di antara mereka yang tidak tahu apapun. Justru malah menjadi korban dari akar masalah Gestapu.

Bahkan puluhan tahun berlalu dari peristiwa itu, keluarga terkait sampai saat ini selalu mendapat stigma negatif bahkan judgetment “antek-antek PKI” hanya karena latar belakang kerabat atau orang terdahulunya yang pernah menjadi bagian kelompok tersebut. Bukankah, hal ini sama saja tidak memanusiakan-manusia? Karena pada dasarnya setiap orang bebas untuk hidup dengan apapun latar belakang keluarga dan hidupnya di masa lalu. 

Selain itu, dari pendapat beberapa orang yang kontra dengan Keppres tersebut. Memanfaatkan alasan ancaman kedaulatan dan konstitusi negara. Padahal jika ditelisik lebih dalam lagi, orang-orang yang berani bersuara merupakan organisasi masyarakat dari kaum mayoritas kita (muslim). Bisa saja ini hanya pandangan subjektif yang memperbesarkan rasisme terhadap kaum minoritas di negara kita? Meninggikan suara untuk mempertahkan poin sila pertama pancasila tetapi buta akan nilai yang terkandung dalam poin kedua dan kelima pancasila. Secara tidak langsung, pendapat yang dilempar sama saja bersikap diskriminatif dan melanggar perundang-undangan HAM itu sendiri.

Ataukah kemungkinan terburuknya, orang-orang ini memang sengaja mempolitisasi keadaan dengan menyebarkan isu kebangkitan PKI di masyarakat yang notabenenya awam? Menutup sudut pandang pribadi dan tidak melihatnya melalui kacamata HAM itu sendiri. Mereka hanya memperbesar argumentasinya dengan pendapat bodoh, karena hal ini bisa menjadi celah mereka untuk menjatuhkan musuh politiknya.

Pada akhirnya, atas segala sisi pro dan kontra dengan perkiraan-perkiraan tertentu. Ada atau tidaknya celah kebangkitan PKI, tetap dikembalikan kepada kepekaan masyarakat dan sekuat apa keyakinan masyarakat dalam memegang teguh ideologi negara saat ini. Kamu lebih setuju sudut pandang yang mana? (Ast)

Romeltea Media
LPM - SAINT Updated at:

Lima Belas Ormawa FT-UTM Menyelenggarakan Kongres ke- XV FT-UTM, Setelah menyatakan Walk Out

 


SAINT NEWS – Setelah menyatakan walk-out dari Musyawarah Mahasiswa (Muswa) Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura (FT-UTM) ke- XV tahun 2021 yang diselenggarakan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FT-UTM, Kamis (23/12). Lima Belas Organisasi Mahasiswa (Ormawa) FT-UTM, menggelar Kongres ke- XV FT-UTM. Kongres ke- XV dilakasanakan sejak 24 Desember pukul 11.30 WIB sampai 25 Desember pukul 17.00 WIB bertempat di (SC) FT-UTM dan Kafe MNC.

Gubernur FT-UTM, Deden Nur Eka Abdi mengungkapkan Kongres ke-XV FT-UTM ini, adalah keresahan dari Badan Eksekutif Mahsiswa (BEM) yang tidak mempunyai Anggaran Dasar (AD) Anggaran Rumah Tangga (ART).

“Kongres ini adalah dari keresahan kawan-kawan, kenapa? Karena dari kawan-kawan Ormawa Himpunan dan juga UKM ini kan sudah mempunyai AD/ART masing-masing, tapi yang dibingungkan dan juga disesalkan dan disayangkan kita dari BEM-FT tidak punya sebuah produk hukum berupa AD/ART FT,” ungkapanya.

Deden menambahkan, meninjau dari adanya nota kesepahaman yang ditanda tangani dan distempel oleh seluruh Badan Kelengkapan (BK) FT-UTM periode 2020 untuk diadakannya Kongres pada Tahun ini.
 
“Meninjau dari Tahun kemarin, nota kesepahaman dari seluruh BK 2020 disitu ada 16 BK menandatangani dan memberikan stempel bahwasanya ada beberapa poin yang bisa saya ambil. Yaitu meminta atau membuat tahun ini untuk mengadakan kongres, juga membuat AD/ART dan kita kembali ke AD/ART FT seperti itu,” tambahnya.

Lalu Deden juga menjelaskan, jika mengacu pada AD/ART Keluarga Mahasiswa (KM) UTM hanya mengatur maslah Muswa fakultas tapi tidak pernah mengatur masalah Kongres.

“Mengacu dari AD/ART KM UTM yang mangatur terkait masalah Muswa, disitu ada 4 poin yang dimana salah satunya adalah membahas musyawarah fakultas.  Disitu tidak pernah atau tidak adanya pembahasan terkait masalah Kongres fakultas. Karena tidak adanya aturan yang melarang hal itu,  atau mengatur hal itu maka salah satu alasan kita (red: 15 Ormawa ft) mengapa kita mengadakan Kongres,” jelasnya.

Ketua Umum Himpunan Mahasiwa Teknik Elektro (Himatro) FT-UTM Muhammad Ifan Julianto, mengupkapkan latar belakang adanya Kongres ke-XV FT-UTM ini karena selaku legistaltif DPM-FT tidak bisa mengadakannya.

“Latar belakangnya sih, kemarin dari pihak DPM selaku legislatif tidak bisa mengadakannya. Oleh karena itu, ya kita teman-teman BK FT-UTM sepakat mengadakan kongres dan dengan dipanitiai BK sendiri,” ungkpanya.

Ifan juga menuturkan, nantinya hasil Kongres ke- XV ini akan menjadi acuan BK FT-UTM pada Ormawanya masing-masing.

“Nantinya hasil kongres termasuk AD/ART dan apapun yang sudah ditetapkan di Kongres ke- XV ini, akan dibagikan dan nanti akan diarahkan langsung oleh teman-teman BK buat acuan di Oramawanya masing-masing,” tuturnya.

Selanjutnya mengenai legalitas dan keabsahan dari Kongres ke- XV, menurut Ifan nanti akan dibahas kembali oleh BK FT-UTM kedepannya. “Untuk keabsahan dan legalitas nantinya akan dibahas lagi oleh teman-teman BK kedepannya seperti apa,” ungkapnya sebagai salah satu pihak penyelenggara Kongres ke- XV FT-UTM.

Disisi lain Presidium I tetap Afta Fakhri Ali Aziz menerangkan, jalannya Kongres ke- XV FT-UTM adalah menerapkan hak otonomi yang dimiliki oleh Ormawa FT-UTM. “Untuk kongres ke 15 ini ada tata tertib baru mulai dari pemakai AD/ART dan KM FT-UTM jadi kita pakai hak otonom kita sebagai fakultas Teknik,” terangnya.

Afta juga menjelaskan, tindak lanjut dari Kongres XV Ft-UTM akan diaudiensikan kepada Wakil Dekan III FT-UTM. “Untuk tidak lanjut itu tadi, ada dari temen-temen BK yang mau mengaudiensikan lagi dan mau memberikan berita acara ke Wadek III selaku kemahasiswaan. Untuk saya sendiri, ya saya hanya pimpinan sidang hanya menjalankan acara di persidangan untuk kedepannya bisa saya kembalikan ke peserta penuh dan masing masing BK,” pungkasnya. 

Sampai berita ini diterbitkan Ketua DPM FT-UTM, Robiatul Adawiyah tidak memberikan keterangan. (Sayu,qyn,Zi)


Romeltea Media
LPM - SAINT Updated at:

15 Ormawa menyatakan Walk Out dari Muswa FT-UTM ke- XV tahun 2021

 

SAINT NEWS – Musyawarah Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura (Muswa FT-UTM) ke- XV tahun 2021 yang diselenggrakan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FT-UTM,  pada Kamis 23 Desember 2021 di Maduratna Café. Muswa dihadiri oleh peserta suara penuh sejumlah 34 mahasiswa, berasal dari tiga delegasi setiap Organisasi mahasiswa (Ormawa) FT-UTM dan para peserta suara peninjau. Acara dimulai pada pukul 11.05 WIB, lalu ditutup dan berakhir  pada pukul 20.40 WIB dengan peserta suara penuh Walk Out dari Muswa FT-UTM.

Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatro) FT-UTM, Muhammad Ifan Julianto mengatakan jalannya Muswa FT-UTM ke- XV tahun 2021 cukup alot (red: keras, sengit). “Jalannya Muswa dari awal sendiri situasinya cukup alot, karena tidak sesuai dengan ke-sepakatan Muswa FT-UTM ke- XIV tahun 2020,” tuturnya.

Sikap Walk Out peserta Muswa adalah imbas dari aspirasi yang tidak didengar dan disepakati oleh DPM FT-UTM. “Ya saat saran dan aspirasi untuk membahas AD/ART KM FT-UTM dari lima belas Ormawa tidak didengar dan disepakati oleh DPM, maka kami menyatakan sikap untuk Walk Out,” terang Ifan.

Ifan melanjutkan, tindak lanjut dari Walk Out Muswa FT-UTM akan mengadakan sebuah kongres. “Ya untuk tindak lanjutnya kita akan mengadakan kongres sendiri dan disana akan ada pembahasan dan pembaharuan AD/ART KM FT UTM,” sambungnya.

Sedangkan, Ketua Umum UKM FT-UTM TOFATEK, Arrizal Valdana Permata Agung menanggapi Muswa tersebut masih terdapat sikap egosentris dan sikap tidak ingin kalah.

“Menurut saya jalannya Muswa tadi masih ada sikap egosentris serta belum ada sikap saling mengalah, karena seharusnya peserta dapat mengutamakan ke-pentingan bersama secara mufakat,” tanggapnya.

Arrizal juga menambahkan adanya sikap egois yang terlalu tinggi antar peserta Muswa mengakibatkan ke-putusan sikap Walk Out. “Sangat disayangkan juga tadi, karena banyaknya yang meninggikan ego masing-masing akhirnya para peserta menyatakan sikap untuk Walk Out dari Muswa,” tambahnya.

Di akhir Arrizal berharap untuk fakultas teknik dan Ormawa-Ormawanya dapat diselamatkan dan menuju lebih baik. “Setelah Muswa ini saya mengaharap fakultas teknik maupun Ormawa dapat diselamatkan serta dapat berjalan meuju arah yang lebih baik,” pungkasnya.

Presidium I sementara Kusuma Gigih Prakoso, menyampaikan jalannya Muswa FT-UTM ke- XV tahun 2021 cukup berani dan mengesankan. Muswa FT-UTM ke- XV tidak menghasilkan ke-putusan.

“Acara ini cukup berani dan mengesankan, karena terjadi dinamika yang belum terjadi sebelumnnya. Ke-putusan Muswa tadi tidak ada ke-putusan, karena Muswa ditutup sebelum agenda selesai,” jelasnya.

Gigih juga menambahkan bahwa 15 Ormawa FT-UTM menyatakan sikap untuk Walk Out dari sidang Muswa tersebut. “Dari lima belas Ormawa dalam rapat terbatas saat sidang Muswa, menyatakan sikap untuk Walk Out. Hal itu wajar menurut saya karena memang dinamika,” tutupnya.

Sampai saat berita ini diterbitkan, Ketua Pelaksana (Ketupel) Muswa FT-UTM ke- XV tahun 2021, Ripandi, menolak memberikan ke-terangan. (qyn, Sayu, Uff)

Romeltea Media
LPM - SAINT Updated at:

PEMIRA FT 2020 DARING, SEJUMLAH EMAIL KAMPUS MAHASISWA DIBOBOL

 




SAINT NEWS Pemilu Raya Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura (Pemira FT-UTM) telah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas Teknik (KPUM FT) dengan sistem E-Vote (04/01). Pemira E-Vote yang menggunakan platform Google Form tersebut hanya bisa diakses menggunakan email kampus yang terdaftar secara akademik. Namun, beberapa pemilih, email kampusnya diretas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pasalnya para pemilih yang emailnya diretas merasa belum menggunakan hak suaranya, namun sudah terverifikasi mengisi form pemilihan umum.

Mahasiswa teknik elektro angkatan 2020 yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, bahwa email kampus miliknya ada notifikasi aktivitas log in baru dari Telang. “Kemarin waktu disuruh ganti password siakad, saya coba log in sudah tidak bisa. Padahal username sama password masih sama seperti dulu dan belum pernah diganti. Terus waktu pagi tadi ada notif email, keterangannya ada aktivitas log in baru dari Telang,” paparnya.

Dirinya juga merasa kecewa tidak dapat mengikuti pesta demokrasi tersebut dikarenakan hak suaranya telah dipakai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. “Waktu mau menggunakan hak pilih malah tidak bisa karena sudah dipakai orang lain, jadi kecewa kak karena tidak bisa ikut partisipasi waktu pemilihan,” imbuhnya.

Sementara itu, mahasiswa baru program studi teknik mesin yang tidak ingin disebutkan namanya juga mengalami hal yang sama, dirinya juga tidak bisa mengikuti Pemira FT karena hak suaranya sudah ada yang mengisi. “Tadi sehabis matakuliah pertama saya mau nyoblos, lalu pas saya buka link ternyata link-nya sudah terisi sendiri jadi saya nggak bisa ngisi lagi. Tapi memang tadi pagi sekitar jam 10.00 WIB saya dapat notifikasi dari google security bahwa ada yang mencoba masuk ke akun email kampus saya,” jelasnya saat dikonfirmasi via WhatsApp.

Dirinya juga merasa sakit hati atas kejadian ini. Alih-alih memilih calon pilihannya, namun tidak sesuai dengan yang diharapkan. “Ya jujur ya, saya sakit hati gitu, awalnya kan saya ingin memilih calon yang terbaik menurut saya, ehh tiba-tiba pas saya mau mengisi form ternyata udah gitu. Ya kalau menurut saya, ini tidak adil,” imbuhnya.

Mochamad Mussyariful Akbar M, mahasiswa teknik informatika angkatan 2020 juga membenarkan bahwa email kampus miliknya sudah ada verifikasi mengisi form Pemira, padahal dirinya baru tahu terkait adanya pemilihan umum di fakultas teknik. "Awalnya disuruh ganti password dari kemarin-kemarin, namun saya hiraukan, karena belum ada alasan kenapa saya harus menggantinya. Lalu tadi jam 07.30 WIB saya lihat di grup angkatan disuruh ganti agar gak dipakai pemilu selain pemilik, lalu langsung saya ganti. Sesudah itu saya ada kuliah sampai jam 09.00 pagi. Jam 11.00 saya lihat WhatsApp baru tahu kalau sekarang itu waktunya pemilu. Makanya nanya ke teman, apakah wajib ikut Pemilu, lalu dijawab wajib. Pas mau memilih malah sudah ada gini (red : google form sudah terisi). Lalu saya chat ke teman kok punyaku gini. Lalu katanya aku sudah milih, padahal kabar pemilu dan link pemilu saja baru tahu tadi,” jelas mahasiswa yang akrab disapa Roby tersebut.

Roby juga menambahkan akibat dari kejadian ini dirinya merasa kesal dan lega. “Bingung, kesal, dan lega. Lega karena gak bingung lagi harus dukung siapa,” imbuhnya.

Senada dengan Roby, mahasiswa teknik elektro angkatan 2020 berinisial MRS mengatakan bahwa sudah tiga hari dirinya tidak bisa log in ke situs siakad.trunojoyo. Saat dirinya mengakses link Pemira pun sudah ada verifikasi bahwa sudah mengisi form Pemira. “Tiga hari yang lalu, sebelum ada kampanye. Ketika saya membuka link (red : link Pemira) yang keluar juga langsung ini (red : verifikasi sudah mengisi form),” paparnya.

Email kampus yang coba diretas memang rata-rata milik angkatan 2020, karena password mereka banyak yang belum diganti. Namun, ada beberapa mahasiswa fakultas teknik angkatan 2019 yang email kampusnya coba diretas. Salah satunya Ajeng K, mahasiswa teknik industri 2019 yang emailnya ada notifikasi log in dari perangkat lain. Untungnya, dirinya sudah menggunakan hak suara sesuai dengan pilihannya. “Tadi link voting dikasih ke saya langsung saya vote, kira-kira jam 08.40 WIB. Setelah itu 30 menit kemudian kalau gak salah ada notif diHp saya tapi belum saya cek, saya ceknya grup angkatan terus saya iseng buka akun dan email kampus dan ternyata ada pesan seperti itu (red: mencoba log in ke email kampus), begitu,” jelasnya.

Ajeng juga menyarankan para mahasiswa lainnya untuk segera mengganti password email yang belum diganti, agar tidak terjadi hal seperti ini lagi. “Mungkin kedepannya pesan saya untuk mahasiswa lainnya, tolong password-nya yang belum diganti dimohon untuk diganti supaya tidak terjadi hal seperti ini lagi,” imbuhnya.

Dimas, mahasiswa teknik industri angkatan 2019 juga membenarkan bahwa ada yang mencoba menggunakan sandi email kampusnya. “Pukul 08.22 WIB ada pesan masuk dari Google di email saya. Ada yang mencoba menggunakan sandi saya untuk masuk, padahal saat itu saya belum masuk ke link E-vote untuk menggunakan hak suara saya,” jelasnya.

Dimas juga merasa kecewa dikarenakan pesta demokrasi dalam jaringan (daring) yang pertama kali dilakukan di UTM, harus diciderai oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab. “Saya kecewa karena E-Vote yang baru perdana dilakukan di UTM, langsung ada beberapa oknum yang mencoba mencuranginya dengan membobol akun orang lain,” imbuhnya.

Syahdan, Feri Danafia S, selaku ketua Panitia Pengawas Pemilu FT UTM (Panwaslu) menanggapi atas kejadian ini, dirinya merasa kecewa atas kejadian ini. “Saya selaku Panwaslu sangat kecewa terkait akun maba yang dihack,” ucap mahasiswa teknik elektro angkatan 2017 tersebut.

Feri juga menambahkan, bahwa belum ada yang melapor terkait permasalahan pada Permira FT kali ini. “Untuk saat ini masih gak ada, soalnya masih belum ada yang melapor,” imbuhnya.

Tim Reporter LPM Saint mecoba menghubungi pihak KPUM FT baik secara langsung maupun via chat WhatsApp guna menggali keterangan terkait masalah ini. Namun hingga berita ini terbit, Sulton Aji Darmawan, selaku ketua KPUM FT belum bisa memberikan keterangan apapun karena masih ada kesibukan. (Uff, li, Az, Dew)

Romeltea Media
LPM - SAINT Updated at:

 
back to top